CerBung : Bangku kosong (2)

Jalan masih tampak sepi, kendaraan yang lalu lalangpun, masih bisa di hitung jari. Pemandangan yang jarang aku lihat sebelumnya. Ialah petugas kebersihan kota yang masih membersihkan daun gugur dari pohon yang berada di pinggir jalan


Sambil berkendara, aku terlintas kalau suasana seperti ini bakal akrab denganku nantinya. Bagaimana tidak, jarak rumah kesekolah cukup jauh, aku juga tidak menyesal kalau waktuku habis dijalan. Karena dengan sadar, aku memilih sekolah yang cukup jauh dari rumah. 


Aku masih ingat diskusi penentuan sekolah cukup alot, Ibu menyuruh aku sekolah dekat rumah. Agar bisa menghemat ongkos, apalagi ibu tahu kalau aku susah untuk berbaur dilingkungan baru, karena teman --temanku yang sering kerumah-teman main yang tinggal dekat rumah-- memilih sekolah dekat rumah 


Aku berdalih, kalau akomodasi, bisa pakai motor peninggalan bapak saja, masih bagus, untuk point kedua aku sedikit melebihkan Kalimat ku, lalu tatapan aku buat semeyakinkan, waktu itu aku bilang. Kalau kita tidak mencoba, bagaimana kita bisa tahu hasilnya. 


Adu pendapat aku menangkan, sepertinya ibu luluh oleh buaian bungsunya. Namanya orang tua,  selalu ada tapinya. Namun Aku merasa syaratnya mudah, cuma untuk tidak nakal dan belajar benar-benar saja. Tanpa ragu aku iyakan seketika. 



Tidak terasa perjalan hingga kesekolah telah sampai, aku memarkinkan motor. Sudah ada beberapa anak-anak yang memparkirkan motornya. Tidak sedikit aku lihat anak baru sepertiku -- tampak dari atributnya--


Siswa baru berkumpul bersama teman-teman mereka. Entah itu teman satu SMP, atau teman SD atau TK yang ketemu kembali, bisa juga teman main dilingkungan rumah. Seperti biasa aku cuek dengan mereka. Aku tetap diatas motorku sembari menunggu bel tanda masuk.

Agak gelisah, merasa seperti anak kucing yang akan di terkam oleh para pemanngsa. Rasa tak nyaman itu makin kuat, akhirnya aku main gawaiku. Tak lama bel tanda masuk berbunyi. Para rombongan berlari kelapangan untuk, aku mengikuti dibelakang 

Komentar